Selasa, 02 Desember 2014

Cerpen : Jilbab, Mahkotaku

Namaku Aisyah. Aku telah menduduki bangku SMP. Awalnya, aku bertemu dengan sosok seorang perempuan manis mengenakan pakaian islami dan tertutup rapat yang berbalut jilbab putih dikepalanya. Pada saat itu, kami sama-sama sedang menunggu angkutan umum. Sesekali ia melihat dan tersenyum kepadaku. Aku pun membalas senyumannya. Angkutan umum yang kami tunggu akhirnya datang. Di dalam kami duduk bersebelahan.

"Subhanallah, cantik dan adem sekali melihat wajah nya dengan sedekat ini" dalam hatiku berbicara.

Ku beranikan diri untuk sekedar menanyakan nama nya. "Maaf, bolehkah aku mengenalmu?" Tanyaku.
"Ana Fatimah" jawabnya singkat.
"Nama yang bagus, aku Aisyah senang berkenalan denganmu".
"Senang berkenalan denganmu juga ya ukhti".

Sepanjang perjalanan ia hanya diam dan diam. Tak lama ia menegorku dan berkata "Ukhti, rambutmu bagus tapi lebih bagus lagi jika kau tutupi dengan mahkotamu".
"Aku tak mengerti apa yang kau katakan. Maksudmu?" tanyaku polos.
"Rambutmu bagus, namun lebih bagus lagi jika kau tutupi dengan mahkotamu yaitu jilbab" jelasnya sambil tersenyum melihatku dengan kepolosanku.
Aku pun berfikir "Apakah ia sedang menyindirku? atau seakan-akan hendak menyuruhku untuk memakai jilbab sepertinya? Ah entahlah".

"Afwan ukhti, saya duluan" Katanya seraya pamit kepadaku ketika hendak bersiap-siap turun dari angkot. Seketika itu pula fatimah membangunkan lamunanku. "Ia silahkan, kapan kita bisa bertemu lagi?" tanyaku
"Insyaallah, akan tiba saatnya jika allah menghendaki" jawabnya sambil menuruni angkutan yang di tumpanginya.
Aku melihat ia dari jendela melambaikan tangan dan tersenyum ke arahku. Aku pun membalasnya dan serasa tak ingin lepas dari pandangan itu.

Keesokan harinya disekolah ku dapati pelajaran Akidah Akhlak yang membahas tentang jilbab. Ada rasa keingintahuan yang terbesit dalam diriku mengenai apa itu jilbab dan apa fungsinya. "Bu, apa hukum bagi perempuan muslimah yang memakai jilbab? dan apa fungsi dari jilbab itu sendiri?" tanyaku memberanikan diri.

"Hukum memakai jilbab bagi perempuan itu wajib sebagaimana yang telah dijelaskan didalam Al-Quran dan Hadist. Sedangkan fungsi dari jilbab itu sendiri adalah untuk menutupi aurat" jawab bu eni.

"Tapi bu, bagaimana jika perempuan itu belum sanggup memakai jilbab?" tanyaku lagi penasaran.

"Apabila perempuan itu belum sanggup memakainya, masih diperbolehkan tpi alangkah baik nya sedikit demi sedikit belajar untuk membiasakan diri untuk berjilbab. Apa kamu berniat untuk memakai jilbab Aisyah? " tanya bu Eni padaku.

"Insyaallah, jika hati ini sudah benar-benar matang".

"Alhamdulillah, sebaiknya niatkan dari hati dan yakin dengan sepenuh hati dan tidak berniat untuk melepaskannya lagi".

1 tahun kemudian. Aku telah menduduki bangku SMA.

"Subhanallah nak, kau cantik sekali mengenakan jilbab itu" puji bunda Aisyah yang sedari tadi memperhatikanku bercermin dibalik pintu.
"Terimakasih bunda" kataku sambil memeluk bunda. "Apakah kau sudah benar-benar mantap dan tak ingin melepasnya lagi nak?".
"Sungguh, aku sudah benar-benar yakin dan bertekad untuk memakainya hari ini, esok dan seterusnya".
"Ingatlah nak, jilbab bukan bertujuan untuk mempercantik diri melainkan untuk menutupi aurat dan menjagamu dari hal-hal yang tidak diinginkan" jelas bunda Aisyah.
"Iya bunda, Aisyah mengerti".

2 bulan kemudian.

"Aisyah? Ini beneran kamu?" ucap Fahmi kaget setelah melihat perubahanku saat ini. Fahmi adalah anak dari salah satu teman bundaku. Ia berasal dari keluarga baik-baik dan terpandang. Ayah Fahmi seorang Ustadz. Hari itu kebetulan Fahmi sedang berkunjung dan bersilaturahmi ke rumahku.

"Iya kenapa mi? Ada sesuatu yang aneh denganku?" tanyaku balik.
"Subhanallah, sungguh kau telah banyak berubah Aisyah" kata Fahmi terkagum.
"Alhamdulillah Syukron ya akhi, sebenarnya diriku masih dalam tahap belajar. Maukah kau mengajariku segala tentang agama?" pinta Aisyah.
"Dengan senang hati ya ukhti".
"Syukron Katsiron".
"Sudah lama kita tak berjumpa ya?" ucap Fahmi. "Terakhir kali kita bertemu waktu SD. Apa kau ingat?".
"Tentu saja aku ingat, mana mungkin aku lupa".
Fahmi hanya tersenyum. Aku pun bangun dari Sofa, belum melangkahkan kaki Fahmi menegorku "Kau mau kemana?".
"Aku ingin pergi ke toko buku, ada beberapa buku yang harus ku beli".
"Boleh aku ikut menemanimu? Aku takut kau kenapa-kenapa" ucapnya khawatir.
"Tentu saja" jawabku singkat sambil mengambil tas.


*Di Taman
"Berapa banyak buku yang kau beli?" tanya Fahmi.
"Hanya 5"
Tiba-tiba aku melihat sosok perempuan. Perempuan itu seperti aku kenal. Tapi siapa?  "Iya aku ingat, Fatimah. Perempuan yang tempo dulu bertemu denganku" ucapku dalam hati.
"Kau kenapa Aisyah?" tanya Fahmi yang sedaritadi melihatku diam. Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya fokus tertuju pada perempuan itu. Perempuan yang sudah tak asing lagi dimataku. Tak ada yang berubah darinya, hanya saja ia membawa sebuah tongkat. Astagfirullah..
"Apa ia tak bisa melihat?" pikirku dalam hati.
Aku pun bergerak mendekatinya, disusul pula Fahmi dari belakang.
"Assalamualaikum Fatimah" sapaku pada Fatimah.
"Waalaikumsalam, afwan anda siapa?"
Aku langsung mengajaknya duduk dibangku taman yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Ana Aisyah. Apa kau mengenaliku? Tempo dulu kita pernah bertemu".
"Na'am ya ukhti, ana ingat. Kaifaha luki?".
"Alhamdulillah ana bikhoir, kau sendiri?".
"Alhamdulillah ana juga baik-baik saja".
"Afwan ya ukhti, aku ingin menanyakan sesuatu. Mengapa kau bisa seperti ini?".
"1 tahun yang lalu aku tertimpa musibah kecelakaan saat mengendarai mobilku. Alhamdulillah Allah masih mengizinkanku hidup dan bertemu denganmu hanya saja aku tak dapat melihat" jelas Fatimah. "Ya ukhti, mana rambutmu? Kau sudah berjilbab?" tanya Fatimah sambil meraba kepalaku.
"Na'am Fatimah. Kau yang telah menyadarkanku betapa pentingnya jilbab sehingga aku berniat dan yakin untuk memakainya karna Allah".
"Alhamdulillah, sayang sekali aku tak dapat melihatmu. Pasti kau cantik sekali Aisyah".
Air mataku pun menetes tak kuat untuk menahannya. Aku langsung memeluk Fatimah seakan membalaskan rindu yang ku tanam selama ini.

*Di rumah sakit
"Apa kau yakin ingin mendonorkan matamu untuknya?" tanya Fahmi padaku.
"Iya mi, aku yakin dengan seyakin-yakinnya. Doakan yang terbaik ya". ucapku meninggalkan Fahmi menuju ruang operasi.

*Kamar rawat pasien
(Membuka matanya perlahan-lahan) "Bismillah, Subhanallah Allahu Akbar. Alhamdulillah aku bisa melihat lagi dok" ucap Fatimah senang.
"Dok, bolehkah aku bertemu dengan pendonorku?" pintanya.
"Tentu saja".

Seorang perempuan dan laki-laki memasuki kamar dimana Fatimah berada. Perempuan itu duduk dikursi roda dengan memakai pakaian tertutup dan berjilbab. Nampaknya Fatimah mengenaliku.
"Aisyah, mengapa kau melakukan hal ini?" Fatimah mendekatiku. Kenapa kau mendonorkan matamu untukku?".
"Aku ingin mengobati kesedihanmu selama 1 tahun ini Fatimah. Dan aku ingin kau melihatku memakai jilbab ini" jelas Aisyah.
"Subhanallah Aisyah, kau sangat cantik memakainya. Aisyah, lalu bagaimana denganmu? Kau tak bisa melihat sepertiku."
"Aku ikhlas mendonorkannya untukmu Fatimah. Untuk itu aku ingin merasakan apa yang kau rasakan dulu."
Fatimah langsung memelukku erat dan menangis sejadi-jadinya. Tak berhenti-hentinya ia mengucapkan terimakasih padaku. "Syukron Aisyah syukron."



TAMAT

Create: Afika Yulia Sari


Tidak ada komentar:

Posting Komentar